Minggu, 17 Oktober 2010

KEJAKSAAN AGUNG PELANGGAR HAM TERBERAT DI INDONESIA

KERINCI:
Penegakan HAM

Sabrina Asril
Korban pelanggaran HAM peristiwa G 30 S PKI Tahun 1965-1966 bersatu dengan korban pelanggaran HAM lainnya menuntut SBY segera menindaklanjuti kasus-kasus HAM masa lampau dan.
JAKARTA,  Memasuki setahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, rupanya penegakan hak asasi manusia tak juga menunjukkan kemajuan. Di antara aparat penegak hukum pemerintah, lembaga Kejaksaan Agung-lah yang dinilai terparah dan tak menunjukkan perubahan. Demikian disampaikan Kepala Divisi Pemantauan Impunitas dan Pemenuhan Hak Korban Kontras Yati Andriani, Minggu (17/10/2010), dalam aksi unjuk rasa bertema "Pasar Lupa dan Transaksi Politik" di depan Istana Negara, Jakarta.
Menurut Yati, hampir semua lembaga penegak hukum di Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah untuk segera menindaklanjuti kasus-kasus HAM yang sudah lalu. Ada empat lembaga yang berperan penting dalam pengusutan tragedi-tragedi HAM ini, yaitu Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM serta Kemenkopohukam, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Jaksa Agung yang baru nantinya harus yang berani untuk punya komitmen penyidikan HAM berat," ujar Yati.
Selanjutnya, Kementerian Hukum dan HAM harus mampu mendorong kasus-kasus pelanggaran HAM. "Menkopolhukam harus bisa berkoordinasi di bidang penegakan HAM. Tapi, kalau dilihat dari gaya kepemimpinan sekarang, saya ragu kasus-kasus HAM bisa diperhatikan," kata Yati.
Di antara empat lembaga yang disebut di atas, Kejaksaan Agung yang memiliki rapor paling merah dalam menegakkan HAM. "Kejagung tidak pernah mencari solusi dan terus bolak-balik melimpahkan berkas ke Komisi Nasional HAM. Padahal, mandatnya jelas untuk penyelidikan HAM masa lampau," Yati menuturkan dan memberikan contoh salah satu berkas kasus yang tertahan di Kejaksaan Agung adalah kasus Talangsari (1989).
Di peringkat kedua terburuk dalam menegakkan HAM, menurut Yati, adalah DPR. "Kalau di DPR bisa satu kata untuk dorong penyelenggaraan kasus HAM berat, pasti bisa. Tapi ini ada praktik transaksi politik sehingga tidak peduli lagi dengan kasus-kasus pelanggaran HAM," tandasnya.
Ia pun memperingatkan kalau sampai pemerintah tak juga menyikapi hal ini, tak kecil kemungkinan kasus Susilo Bambang Yudhoyono di Belanda yang dilaporkan melakukan pelanggaran HAM saat konflik Republik Maluku Selatan (RMS) bisa kembali terulang. "Contoh pak SBY ke Belanda kena kasus sangat mungkin kalau dia tidak mau menyelenggarakan pengadilan yang adil dalam kasus HAM," ujar Yati.
Kasus-kasus HAM yang kini mandek, yakni kasus penghilangan dan penculikan paksa pada tahun 1997-1998, Tragedi 1965/1966, kasus Tanjung Priok (1984), kasus Talangsari (1989), kasus Trisakti (1998), kasus Semanggi I dan II (1988-1999), dan teranyar kasus pembunuhan Munir (2004).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar