RADAR JAMBI BY : Toni samrianto
Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Markas Besar TNI di Cilangkap, Rabu (1/9/2010), terkait insiden penangkapan tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan oleh Polisi Diraja Malaysia, dikatakan seperti menampar wajah petinggi TNI.
Pasalnya, pidato yang berlangsung sekitar 20 menit tersebut dinilai menunjukkan sikap Indonesia yang tak tegas. Pernyataan tak tegas Presiden, yang juga panglima tertinggi TNI, kontras dengan pemilihan tempat Markas TNI Cilangkap yang identik dengan ketegasan dan cerminan kekuatan.
"Pernyataan ini menampar petinggi-petinggi TNI sendiri bahwa lembeknya kepemimpinan politik di Indonesia menunjukkan lembeknya tentara Indonesia," kata pengamat militer dari Propatria Institute Hari Prihartono ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (2/9/2010). Hari mengibaratkan pidato Presiden seperti pernyataan seorang kepala keluarga yang memilih berdamai setelah para anggota keluarganya disiksa dan dilukai orang lain.
"Dan hal ini disampaikannya di tengah keluarga besarnya. Inilah konyolnya pilihan sikap SBY semalam. Makanya, banyak perwira TNI yang semalam shocked," kata Hari.
Secara bergurau, Hari mengatakan, Presiden mungkin keliru menilai bahwa Mabes TNI itu Kementerian Luar Negeri. Pasalnya, apa yang disampaikan semalam juga tak sinkron dengan identitasnya sebagai Panglima Tertinggi TNI.
"Pemimpinnya mantan tentara, yang kemudian berbicaranya mendayu-dayu seperti melantunkan lagu, kau yang memulai/ kau yang mengakhiri," sambung Hari.
Seperti diwartakan, ketika berpidato kemarin, Presiden di antaranya menegaskan bahwa kedaulatan negara dan keutuhan wilayah adalah kepentingan nasional yang sangat vital. Ditekankan Presiden bahwa pemerintah sangat memahami kepentingan itu dan bekerja sungguh-sungguh untuk menjaga dan menegakkannya.
"Namun, tidak semua permasalahan yang muncul dalam hubungan dengan negara sahabat terkait dengan kedaulatan dan keutuhan wilayah," katanya.
TIGA ALASAN INDONESIA EMOH PERANG
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersikukuh bahwa penyelesaian masalah bilateral dengan Malaysia harus dilakukan dengan cara damai. Dalam pidatonya menyikapi masalah hubungan bilateral dengan Malaysia di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Rabu (1/9/2010), Presiden tak menyinggung sama sekali kemungkinan konfrontasi atau bahkan perang.
"Perkembangan dan dinamika kedua negara, salah satu hubungan bilateral Indonesia yang paling penting," ujar Presiden. Tiga alasan diungkapkan Presiden untuk menjaga hubungan Indonesia dan Malaysia tetap berjalan dengan erat.
Pertama, kata Presiden, Indonesia dan Malaysia memilik hubungan sejarah, budaya, dan kekerabatan yang sangat erat dan mungkin yang paling erat dibanding negara-negara lain dan sudah terjalin selam ratusan tahun. "Kita mempunyai tanggung jawab sejarah untuk memelihara dan melanjutkan tali persaudaraan ini," ujar Presiden.
Kedua, hubungan Indonesia dan Malaysia adalah pilar penting dalam keluarga besar ASEAN. "ASEAN bisa tumbuh pesat selama empat dekade terakhir ini, antara lain karena kokohnya fondasi hubungan bilateral Indonesia dan Malaysia," lanjut Presiden.
Ketiga, ada sekitar dua juta orang Indonesia yang bekerja di Malaysia baik di perusahaan, di bidang pertanian, maupun di berbagai lapangan pekerjaan. Ini adalah jumlah tenaga kerja Indonesia yang terbesar di luar negeri. "Tentu saja keberadaan tenaga kerja Indonesia di Malaysia membawa keuntungan bersama bagi Indonesia maupun bagi Malaysia," jelas Presiden.
Sementara itu, ada sekitar 13.000 pelajar dan mahasiswa asal Indonesia yang belajar di Malaysia dan sekitar 6.000 mahasiswa Malaysia di Indonesia. "Ini merupakan aset bangsa yang harus dibina bersama dan menjadi modal kemitraan," kata Presiden.
Menurut Presiden, kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Malaysia menjadi alasan penting hubungan kedua negara harus dipertahankan. Wisatawan Malaysia yang berkunjung ke Indonesia merupakan ketiga tebesar dengan 1,18 juta orang dari total 6,3 juta wisatawan macanegara. Investasi Malaysia di Indenesia dalam lima tahun terakhir pada 2005-2009 berupa 285 proyek dengan nilai investasi berjumlah 1,2 miliar dollar AS. Sementara investasi Indonesia di Malaysia mencapai 534 juta dollar AS. Jumlah perdagangan kedua negara selama tahun 2009 mencapai 11,4 miliar dollar AS.
PIDATO SBY COCOK UNTUK DUBES MALAYSIA
Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menyatakan, pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono soal konflik Indonesia dan Malaysia sangat mengecewakan masyakat.
Saya merasa yang berpidato bukan presiden Indonesia, tapi duta besar Malaysia di Indonesia yang tengah memaparkan alasan-alasan historis.
-- Ray Rangkuti
"Kita semua menduga Pak SBY akan berpidato sebagai pemimpin dari satu bangsa yang perasaan dan harga dirinya terinjak-injak dan merasa dihina oleh perlakuan tidak sopan dari negeri tetangga dari waktu ke waktu. Justru yang terjadi adalah sebaliknya," kata Ray Rangkuti, Jakarta, Kamis (2/9/2010).
Ray merasa apa yang disampaikan Presiden SBY di hadapan petinggi TNI pada Rabu (1/9/2010) malam bukanlah pidato sebagai Presiden Indonesia. Pidato itu lebih terlihat jika SBY adalah duta besar Malaysia di Indonesia.
Pidato Presiden justru menceritakan bagaimana pentingnya ekonomi Malaysia bagi Indonesia dan harus diperlakukan dengan sopan meski Malaysia memperlakukan hal yang sebaliknya kepada kedaulatan NKRI ini.
"Saya merasa yang berpidato bukan presiden Indonesia, tapi duta besar Malaysia di Indonesia yang tengah memaparkan alasan-alasan historis, ekonomis, politis, dan diplomatis mengapa Malaysia tetap penting bagi Indonesia," tegas Ray.
Sangat disayangkan, lanjut Ray, pidato yang lebih cocok dubes Malaysia itu justru disampaikan Presiden SBY di hadapan petinggi TNI, Markas TNI Cilangkap, Jakarta. "Sejatinya, bunyi pidato tersebut cukup dibacakan di kantor Kedutaan Besar Malaysia atau paling jauh di kantor Kementerian Luar Negeri Indonesia," katanya.
Bagi Ray, apa yang disampaikan Presiden tak memberi jawaban atas sejumlah pertanyaan yang selama ini menanti jawaban tegas.
Misalnya, mengapa ada barter petugas KKP dengan 7 pencuri ikan dari Malaysia, mengapa seolah-olah Presiden ragu bahwa tempat kejadian perkara tersebut benar-benar wilayah kedaulatan Indonesia. "Dengan sendirinya hal ini membiarkan Malaysia untuk kembali melakukan pengakuan bahwa tempat perkara tersebut adalah wilayah sengketa," ujarnya.
Selain itu, sangat disayangkan Presiden tidak meminta Pemerintah Malaysia yang selayaknya meminta maaf kepada rakyat Indonesia dan meminta kembali tujuh nelayan Malaysia yang mencuri ikan di perairan Indonesia untuk diproses hukum di Indonesia. "Khususnya meminta maaf kepada tiga petugas KKP dari Indonesia," tandasn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar